Foto : Istri Petambak Bratasena Mengupas Singkong di Pinggir Kali |
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS.com- Menyusul dihentikannya
pinjaman biaya hidup bulanan dari perusahaan, sejumlah petambak plasma
Central Pertiwi Bahari kini terpaksa makan singkong dan talas untuk bertahan hidup.
"Mereka
yang masih punya tanaman, ya makan singkong atau sukun. Kami kini tidak
punya biaya untuk membeli beras. Semenjak Desember (2012) lalu, bagi
yang tidak berbudidaya, perusahaan menghentikan pinjaman biaya hidup dan
natura," ujar Ketua Forum Silaturahmi Petambak Plasma (Forsil) CPB
Cokro Edy Prayitno di Bandar Lampung, Jumat (25/1/2013).
Solusi
lainnya, petambak plasma terpaksa berhutang ke masyarakat sekitar di
lokasi tambak CPB di Tulang Bawang. "Jaminannya barang-barang bekas kami
yang telah kami kumpulkan. Itu sudah siap dijual, tetapi sempat tidak
diperbolehkan perusahaan," ujar dia.
Bibit Saputro, petambak
plasma lainnya, bercerita, sebagian petambak kini terpaksa menggelar
dapur umum atau masak bersama agar biayanya lebih murah. "Untuk makan,
saya pindah-pindah tempat. Kesengsaraan apabila dirasakan bersama bisa
dijalankan lebih mudah," tuturnya.
Sebagian petambak lainnya kini
mulai nekat melakukan tebar mandiri untuk mengisi kekosongan budidaya
udang. Menurut Cokro, sebagian kecil petambak mulai menebar benih ikan
nila dan bandeng sekedar untuk kebutuhan pokok.
Para petambak ini
pun membuat saluran inlet (masuk) air secara ilegal alias tanpa seizin
perusahaan. "Cari ikan di saluran inlet soalnya juga tidak dimungkinkan
karena itu dijaga ketat pengamanan perusahaan. Cari ikan di outlet juga
tidak bisa karena airnya penuh lumpur," tutur Cokro.
Pihak
perusahaan sendiri belum bisa dikonfirmasi mengenai hal ini. Humas PT
Central Proteinaprima sempat mengangkat telepon ketika dihubungi di
Jakarta. "Wah, saya masih nyetir di tol, mas," ujarnya singkat. Dirinya
belum menjawab pesan singkat wartawan.
Sumber : Kompas. com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar