KBR68H, Jakarta - Sekelompok petambak plasma asal Desa Dente Teladas,
Kabupaten Tulang Bawang, Lampung mengadukan perusahaan induk mereka PT
Central Pertiwi Bahari (CPB) ke Komisi Hukum dan Komisi Pertanian DPR.
Juru bicara petambak Subiyanto mengatakan, PT CPB mengingkari
kewajibannya sebagai perusahaan inti; seperti memberikan pinjaman biaya
hidup, pinjaman bahan pangan, dan menghentikan tebar bibit udang sejak
Desember tahun silam. Tidak hanya itu, kata Subiyanto, beberapa rekannya
bahkan dikriminalisasikan oleh perusahaan.
"Nah akhirnya kami memutuskan untuk menebar (bibit udang) secara mandiri. untuk itu kami perlu air asin. Makanya kami buka pintu air yang biasa kami buka untuk bertambak. Hanya sekitar satu meter. Nah perusahaan menganggapnya sebagai perusakan aset," kata Subiyanto ketika ditemui KBR68H.
Subiyanto menambahkan, kriminalisasi itu menurut Subiyanto bahkan didukung oleh aparat kepolisian setempat. Subiyanto meminta agar DPR turun langsung ke lapangan. Kerjasama warga dengan PT CPB sudah terjalin selama 17 tahun. Awalnya warga diberikan pinjaman oleh bank sebesar Rp 150 juta dengan waktu bayar selama 18 tahun. PT CPB yang menjadi mitra bank memberikan pinjaman berupa bibit udang dan sebagainya. Namun, menurut Subiyanto selama ini seluruh biaya produksi diatur sepenuhnya oleh PT CPB dan harga jual juga ditetapkan di bawah harga pasaran sehingga utang para petambak malah bertambah. Kini para petambak berutang mulai Rp 300 juta hingga Rp 1,2 miliar.
Written by Gun Gun Gunawan
Sumber : kbr68h
"Nah akhirnya kami memutuskan untuk menebar (bibit udang) secara mandiri. untuk itu kami perlu air asin. Makanya kami buka pintu air yang biasa kami buka untuk bertambak. Hanya sekitar satu meter. Nah perusahaan menganggapnya sebagai perusakan aset," kata Subiyanto ketika ditemui KBR68H.
Subiyanto menambahkan, kriminalisasi itu menurut Subiyanto bahkan didukung oleh aparat kepolisian setempat. Subiyanto meminta agar DPR turun langsung ke lapangan. Kerjasama warga dengan PT CPB sudah terjalin selama 17 tahun. Awalnya warga diberikan pinjaman oleh bank sebesar Rp 150 juta dengan waktu bayar selama 18 tahun. PT CPB yang menjadi mitra bank memberikan pinjaman berupa bibit udang dan sebagainya. Namun, menurut Subiyanto selama ini seluruh biaya produksi diatur sepenuhnya oleh PT CPB dan harga jual juga ditetapkan di bawah harga pasaran sehingga utang para petambak malah bertambah. Kini para petambak berutang mulai Rp 300 juta hingga Rp 1,2 miliar.
Written by Gun Gun Gunawan
Sumber : kbr68h
Tidak ada komentar:
Posting Komentar