LEMBAGA Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung menilai penangkapan Edi
Prayitno alias Cokro (37), Ketua Forum Silaturahmi (Forsil) Petambak
Bratasena (PT Centralpertiwi Bahari) di Tulangbawang Provinsi Lampung,
sebagai upaya kriminalisasi polisi terhadap petambak.
“Penangkapan terhadap Ketua Forsil itu justru dilakukan saat kedua
belah pihak petambak sedang melakukan perundingan perdamaian yang
difasilitasi Pemerintah Kabupaten Tulangbawang,” kata Direktur LBH
Bandarlampung, Wahrul Fauzi Silalahi, di Bandarlampung, Selasa (23/04).
Menurut dia, dalam perundingan antara petambak Forsil dan Petambak
Pro-Kemitraan (P2K) bersama PT CPB dan pemkab setempat itu, pada
prinsipnya kedua belah pihak sudah menyepakati beberapa poin perdamaian
hanya satu poin yang sedang dalam proses jeda. “Pada prinsipnya Forsil
akan mengikuti aturan hukum yang berlaku. Namun, Forsil meminta agar
dikedepankan perdamaian daripada penegakan hukum,” kata dia.
Menurut Wahrul, penangkapan Cokro itu dapat memicu dan menimbulkan
konflik lagi. “Dalam waktu dekat kami akan mengajukan penangguhan
penahanan Cokro ke Polda Lampung yang telah menahannya,” ujar Wahrul
seperti dilaporkan Antara.
Berkaitan dengan kasus bentrokan antarpetambak di Bratasena yang
mengakibatkan tiga korban tewas dan belasan luka itu, menurut informasi,
Polda Lampung akan menetapkan sejumlah tersangka dari petambak Forsil
dan dua tersangka lainnya pengurus ormas setempat.
Namun, menurut Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Lampung Kombes
Pol Yohanes Widodo, pihaknya telah menahan satu tersangka dan kasus itu
masih dalam proses penyelidikan.
Menurut dia, tersangka yang ditahan itu (Cokro) dikenai Pasal 160 dan
170 serta Pasal 335 KUHP mengenai perkara pidana secara bersama di muka
umum melakukan kekerasan terhadap orang atau barang dan/atau menghasut
orang lain untuk melakukan perbuatan pidana atau melakukan perbuatan
tidak menyenangkan.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Lampung, AKBP Sulistyaningsih,
menyatakan, beberapa alasan penangkapan Cokro atau Edi Prayitno, yakni
tersangka sudah dipanggil empat kali oleh pihak kepolisian tetapi tidak
datang juga. “Dua kali pemanggilan pertama sabagai saksi dan dua kali
pemanggilan kedua sebagai tersangka,” kata Sulisyaningsih.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa beberapa kali petambak Ketua Forsil
itu diundang pemda atau Bupati Tulangbawang namun tidak pernah
menghadiri, hanya mengutus perwakilan dan mengerahkan ratusan orang,
padahal tujuannya untuk berdamai. [ant]
Sumber : Indonesiarayanews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar