BANDAR LAMPUNG, KOMPAS.com - Penangkapan Ketua Forum
Silaturahmi (Forsil) petambak plasma Bratasena Cokro Edi oleh polisi
dianggap sebagai bentuk kriminalisasi organisasi petambak itu.
"Kami
betul-betul sangat kecewa dan kaget dengan penangkapan itu. Padahal,
awalnya kedatangan Pak Cokro dan kami ke Kantor Pemkab Tuba adalah untuk
membicarakan perdamaian," ujar Tekad, salah seorang petambak Forsil
dihubungi dari Bandar Lampung, Selasa (23/4/2013).
Cokro Edi
ditangkap penyidik Markas Polda Lampung pada Senin (22/4/2013) sore
terkait bentrokan antar-kelompok petambak serta karyawan tambak udang PT
Central Pertiwi Bahari (CPB) yang menewaskan tiga orang pada 12 Maret
2013 silam.
Ia ditangkap usai rapat lanjutan mediasi antara
petambak Forsil, kelompok Petambak Peduli Kemitraan (P2K) dan
perusahaan. Sekitar 1.000 petambak sejak kemarin hingga Selasa sore ini
bertahan di depan Kantor Pemkab Tulang Bawang memprotes penangkapan itu.
"Ini
jelas adalah kriminalisasi. Selain Pak Cokro, tiga pengurus, para wakil
kami dalam proses mediasi itu, juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Bagaimana bisa mediasi itu berlanjut jika wakil-wakil kami ini
dikriminalisasikan polisi?" gugatnya.
Selain empat pengurus
Forsil, polisi juga telah menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu Ahmad
Rozak dan Hendri. Keduanya adalah anggota Nahdlatul Ulama yang aktif di
pengajian.
"Ahmad dan Hendri ini sempat ikut menangkap aktor
keributan sesunggguhnya, yaitu Ispitonyo yang adalah petambak yang
dikondisikan perusahaan. Mereka membawa ke polisi. Namun, justru mereka
ikut dijadikan tersangka oleh polisi," sesal Tekad
sumber : kompas online 23 april
Tidak ada komentar:
Posting Komentar